LIRA Sultra Kritik Pembungkaman Aksi, Ingatkan Pentingnya Demokrasi untuk Iklim Investasi

KENDARI - Dinamika demokrasi di Sulawesi Tenggara kembali mengemuka seiring gelombang aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat di Kendari, Selasa (26/9/2025).
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Sultra, Jefri Rembasa, menyatakan keprihatinan atas adanya indikasi pembungkaman ruang aspirasi yang dilakukan pemerintah daerah bersama aparat keamanan.
Menurut Jefri, tindakan represif bukanlah jawaban atas keresahan publik. Justru, kata dia, ruang demokrasi yang terbuka akan menghadirkan social trust antara pemerintah dan rakyat.
“Perjuangan rakyat Sulawesi Tenggara tidak boleh dilakukan di bawah tekanan. Penyampaian pendapat di muka umum adalah hak yang dijamin konstitusi. Membungkamnya hanya akan menambah jurang ketidakpercayaan,” ujarnya.
Ia menegaskan, kedatangan para kepala daerah dan pejabat kementerian dari seluruh Indonesia di Kendari harusnya menjadi momentum untuk menunjukkan potensi Sultra, bukan malah membatasi aspirasi masyarakat.
“Sulawesi Tenggara kaya wisata, perkebunan, dan pertambangan. Inilah peluang emas untuk membangun kerja sama lintas daerah. Kalau kesempatan ini dipersempit, kehadiran mereka menjadi sia-sia,” tegasnya.
Lebih jauh, Jefri menautkan isu demokrasi dengan kualitas regulasi daerah. Ia menilai pemerintah daerah memiliki tanggung jawab besar dalam melahirkan produk hukum yang responsif dan adaptif.
Regulasi yang inklusif, lanjutnya, tidak hanya menata administrasi, tetapi menjadi policy instrument yang menggerakkan ekonomi sekaligus memperkuat iklim investasi.
“Produk hukum berkualitas menghadirkan kepastian, kemudahan berusaha, dan dukungan terhadap pencapaian Asta Cita pembangunan nasional. Jika aspirasi publik dibungkam, maka kualitas regulasi pun diragukan, sebab ia lahir tanpa partisipasi rakyat,” kata Jefri.
Ia mengingatkan pesan Menteri Dalam Negeri bahwa regulasi di daerah adalah faktor kunci keberhasilan pembangunan nasional. Karenanya, membatasi demonstrasi sama saja melemahkan legitimasi kebijakan.
“Kita ingin pembangunan berjalan dengan tulus, serius, dan sepenuh hati. Gerakan rakyat ini murni, dan harus dipandang sebagai bagian dari energi demokrasi, bukan ancaman,” pungkasnya.(*)