Eks Hakim Terpidana Korupsi Diangkat ASN Di Pengadilan Negeri Surabaya Tuai Sorotan Publik

SURABAYA - Mahkamah Agung (MA) dikabarkan telah mengangkat Itong Isnaeni Hidayat, mantan hakim yang pernah divonis lima tahun penjara dalam kasus suap, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Pengangkatan ini memicu kontroversi, mengingat Itong sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menangani perkara perdata pembubaran PT Soyu Giri Primedika (SGP).
Wiwid Tuhu P, SH, MH, Ketua Bidang Hukum LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Jawa Timur, menyampaikan keprihatinannya atas keputusan tersebut. Menurutnya, pengangkatan mantan terpidana korupsi sebagai ASN bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi dan prinsip pemerintahan yang bersih.
Ia menyoroti ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, Pasal 23 huruf c: Calon PNS tidak boleh memiliki riwayat pidana penjara dua tahun atau lebih. PP No. 11 Tahun 2017 jo. PP No. 17 Tahun 2020, Pasal 36 huruf f: Pelamar CPNS wajib bebas dari hukuman penjara minimal dua tahun. PP No. 11 Tahun 2017, Pasal 250 ayat (1) huruf a: PNS diberhentikan tidak hormat jika dijatuhi pidana penjara dua tahun atau lebih.
Wiwid menegaskan bahwa secara hukum positif, tidak ada celah bagi mantan narapidana korupsi untuk kembali menjadi ASN. Dari sisi etika, pengangkatan tersebut dinilai mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
“Jika benar SK pengangkatan itu telah diterbitkan, maka secara hukum SK tersebut cacat karena bertentangan dengan regulasi yang berlaku. Ini bisa dikategorikan sebagai bentuk maladministrasi,” ujarnya.
Ia juga mendorong Ombudsman RI untuk melakukan kajian mendalam, serta membuka ruang bagi KPK atau Kejaksaan untuk menyelidiki kemungkinan penyalahgunaan kewenangan dalam proses pengangkatan tersebut.
Humas Pengadilan Negeri Surabaya, S Pujiono, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima SK pengangkatan Itong sebagai ASN. SK tersebut ditetapkan oleh Mahkamah Agung dan berlaku di institusi tempat Itong sebelumnya bertugas.
Kasus yang menjerat Itong bermula dari OTT KPK pada 19 Januari 2022, di mana ia ditangkap bersama panitera pengganti Mohammad Hamdan dan advokat Hendro Kasiono. Dalam proses hukum, Itong terbukti menerima suap sebesar Rp450 juta untuk mengatur putusan perkara pembubaran PT SGP. Ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara, denda Rp300 juta subsider enam bulan, serta uang pengganti Rp390 juta subsider enam bulan.
Wiwid menutup pernyataannya dengan mendesak Mahkamah Agung untuk segera memberikan penjelasan resmi agar tidak muncul kesan pembiaran terhadap isu yang berpotensi merusak citra lembaga peradilan.(*)