LIRA

Terkait Isu Tambang Nikel Pulau Gag, Raja Ampat: Jangan Jadikan Menteri Bahlil Kambing Hitam Politik

Laporan: Admin
09 Juni 2025 | 15:00 WIB
Share:
Muh. Tayeb Demara Menteri ESDM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA)

JAKARTA – Isu tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali mencuat dan menjadi sorotan publik. Perhatian tertuju pada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, setelah ia mengambil langkah tegas membekukan sementara operasi PT Gag Nikel untuk audit dan verifikasi lingkungan pada 5 Juni 2025. Ironisnya, kritik dan tudingan justru diarahkan kepada Bahlil, padahal akar persoalan tambang ini merupakan buah dari kebijakan lintas pemerintahan selama 27 tahun.

Muh. Tayeb Demara, aktivis Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) yang membidangi sektor ESDM, menyampaikan perlunya masyarakat melihat persoalan ini secara objektif dan berdasarkan sejarah hukum tambang yang panjang.

“Seluruh proses legalisasi tambang Pulau Gag telah terjadi jauh sebelum Bahlil menjabat sebagai Menteri ESDM pada 19 Agustus 2024. Tapi sekarang justru dia yang dijadikan kambing hitam,” ujar Tayeb dalam keterangannya di Jakarta.

Sejarah Legal Tambang Pulau Gag

Jejak hukum operasi tambang nikel PT Gag Nikel merupakan akumulasi kebijakan strategis dari empat presiden terdahulu:

- Era Presiden Soeharto (1998):

Kontrak Karya Generasi VII ditandatangani pada 18 Februari 1998, memberikan konsesi seluas 13.136 hektar kepada PT Gag Nikel.

- Era Presiden Megawati Soekarnoputri (2004):

Terbit Keputusan Presiden (Keppres) No. 41/2004 yang mengecualikan PT Gag Nikel dari larangan tambang di hutan lindung sebagaimana diatur dalam UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999.

- Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2014–2015):

Kementerian ESDM menerbitkan Persetujuan Kelayakan Usaha Tambang pada 4 Agustus 2014, dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pada tahun 2015.

- Era Presiden Joko Widodo (2017–2018):

Izin Operasi Produksi terbit pada 30 Desember 2017 (No. 430.K/30/DJB/2017), dan kegiatan produksi dimulai tahun 2018 dengan target 2,5 juta ton bijih nikel per tahun.

“Semua izin ini keluar bertahun-tahun sebelum Bahlil menjabat. Tetapi sorotan muncul justru setelah beliau membekukan kegiatan tambang demi audit lingkungan,” tambah Tayeb yang tergabung di LIRA yang dipimpinan Presiden LIRA Andi Syafrani, SHI, MCCL, CLA, CM, SHEELL.

Menurut Tayeb, keanehan muncul ketika berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), termasuk Greenpeace, baru bersuara lantang setelah tambang beroperasi selama tujuh tahun tanpa protes berarti.

“Tidak ada reaksi saat izin produksi diterbitkan, maupun saat operasi dimulai. Tiba-tiba, dalam sepekan terakhir, gelombang kritik datang serentak. Ini sangat politis,” tegas Tayeb, yang juga menjabat Sekjen Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI).

Ia juga mempertanyakan mengapa tuduhan pelanggaran terhadap UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil baru dimunculkan sekarang, padahal IPPKH sudah terbit sejak 2015.

Langkah Bahlil Dianggap Mengganggu Status Quo

Tayeb menilai, serangan terhadap Bahlil sangat mungkin dipicu oleh langkah-langkah reformis yang ia ambil selama menjabat Menteri Investasi dan kini Menteri ESDM. Beberapa langkah penting Bahlil yang patut dicatat antara lain:

- Pencabutan 2.078 izin tambang bermasalah

- Pembatalan proyek smelter fiktif senilai Rp300 triliun

- Pengetatan aturan ekspor mineral yang menyentuh kepentingan kartel besar

Di sisi lain, posisi Bahlil sebagai Ketua Umum Partai Golkar juga menimbulkan dinamika politik tersendiri. Sebagai tokoh dari Timur Indonesia yang menanjak ke puncak kekuasaan, ia dinilai menjadi ancaman terhadap peta kekuasaan lama, termasuk oligarki tambang yang telah lama bercokol.

Tayeb menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa polemik tambang Pulau Gag bukan semata isu lingkungan, tetapi sudah masuk dalam wilayah tarik-menarik kekuasaan.

“Presiden Prabowo Subianto membutuhkan menteri seperti Bahlil, yang berani bersikap terhadap perusahaan-perusahaan besar dan korporasi tambang nakal. Jangan biarkan Raja Ampat menjadi tumbal politik para elite,” pungkasnya.(*)

Artikel ini telah tayang di kampiunnews.com
Share:
MARS LIRA
AGENDA
Belum ada data, lihat history.
FEED INSTAGRAM
FACEBOOK PAGE
Sejarah LIRA