Sorotan Baru di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Dugaan Bisnis Modul Ajar Libatkan Kepala Sekolah

MALANG - Dinas Pendidikan Kabupaten Malang kembali menjadi sorotan publik. Setelah sebelumnya menuai perhatian terkait dugaan penyalahgunaan dana BOSP serta pungutan liar di sejumlah sekolah, kini muncul kabar praktik jual beli modul ajar yang disebut-sebut dikoordinasikan oleh Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS).
Pada Rabu (22/10/2025), sebanyak 12 guru SDN Kendalpayak dipanggil untuk menjalani pemeriksaan atas dugaan keterlibatan dalam bisnis tersebut. Dugaan tidak hanya berhenti pada level guru, tetapi juga mengarah kepada kepala sekolah, mengingat proyek ini berada di bawah koordinasi langsung KKKS dan distribusinya dilakukan melalui para kepala sekolah.
Berdasarkan informasi yang diterima awak media Indoindikator.com, modul ajar itu disiapkan untuk sembilan mata pelajaran (mapel). Delapan di antaranya merupakan mapel umum yang wajib dibeli siswa setiap semester, dengan harga Rp16.000 per eksemplar. Dengan jumlah siswa di SDN Kendalpayak sebanyak 256 orang, omzet penjualan modul tersebut mencapai sekitar Rp32,7 juta per semester, atau sekitar Rp65,5 juta per tahun.
Jika pola serupa terjadi di seluruh Kecamatan Pakisaji yang memiliki lebih dari 15.250 siswa, maka nilai perputaran uang dari bisnis modul ajar ini diperkirakan menembus Rp1,95 miliar per tahun. Angka fantastis tersebut diduga dikelola oleh KKKS Kecamatan Pakisaji.
Tak berhenti di situ, praktik ini juga diduga melibatkan Dinas Pendidikan Kabupaten Malang. Dinas disebut menunjuk Kelompok Kerja Guru (KKG) Agama Kecamatan Pakisaji untuk menyusun modul ajar mata pelajaran agama, dengan harga jual Rp20.000 per eksemplar. Padahal, praktik jual beli modul ajar semacam ini secara tegas dilarang, sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Disdik Kabupaten Malang Nomor 400.3.4.5/5402/35.07.301/2025.
Bupati LIRA Malang, Wiwid Tuhu Prasetyanto, menyampaikan harapannya agar pemanggilan oleh Inspektorat kali ini tidak sekadar menjadi formalitas. “Kami berharap pemeriksaan ini benar-benar tuntas. Sebab sebelumnya, guru-guru yang sama juga telah diperiksa terkait dugaan penyimpangan dana BOSP dan pungutan liar, namun hingga kini belum ada sanksi tegas,” ujarnya melalui sambungan telepon, Rabu (22/10/2025).
Ia juga menekankan pentingnya integritas dalam proses pemeriksaan. Wiwid mengaku menerima informasi bahwa Kepala SDN Kendalpayak berupaya melakukan negosiasi dengan pihak Inspektorat. “Beredar kabar kepala sekolah mendapat dukungan dari oknum anggota dewan dan bahkan difasilitasi untuk menemui Inspektorat. Jika benar, ini jelas mencederai keadilan,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Inspektur Daerah Kabupaten Malang, Nurcahyo, membantah adanya intervensi. “Tidak ada yang bertamu ke Inspektur, mas,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp.
SDN Kendalpayak tampaknya belum lepas dari pusaran masalah. Setelah sebelumnya diperiksa terkait dugaan penyalahgunaan dana BOSP, kini kepala sekolahnya, Lilis Supriyanti, kembali berurusan dengan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Kali ini, dugaan mengarah pada praktik jual beli modul ajar yang disebut menggantikan fungsi lembar kerja siswa (LKS) demi meraup keuntungan pribadi.
Wiwid yang juga seorang Advokat menerangkan, bahwa bilamana hal semacam itu kalau benar terjadi seharusnya semua pihak tidak boleh permisif, sebab jika dikupas lebih mendalam pasti ada unsur pidananya, sebab terdapat dugaan praktik eksploitasi ekonomi yang melibatkan anak dan pejabat.
“bilamana benar terdapat praktek eksploitasi ekonomi, meskipun hal ini masih dapat diperdebatkan, setidaknya terdapat alasan yang cukup untuk menduga adanya praktek ekploitasi ekonomi atas anak, sebagaimana dalam penjelasan pasal 13 ayat (1) huruf b Undang-undang Perlindungan Anak disebutkan bahwa “perlakuan ekploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan”. Frasa memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak akan cukup relevan dengan perkara melakukan pemungutan kapada peserta didik untuk tujuan menguntungkan diri pribadi atau golongan secara ekonomi. Termasuk tapi tidak terbatas pula untuk tidak ada pelanggaran Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) : Pasal 421 (Penyalahgunaan Jabatan) : Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dua kepala sekolah dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Inspektorat pada Kamis (23/10/2025), yakni Kepala SDN Kendalpayak dan Kepala SDN 1 Pakisaji. Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat pengawasan dan menegakkan integritas di lingkungan pendidikan Kabupaten Malang.(*)