LIRA

Dugaan Kongkalikong Proyek RHL 2019 di Aceh Tenggara Mencuat, LIRA Minta Polda Aceh Usut

Laporan: Admin
16 Desember 2025 | 13:30 WIB
Share:
Efektivitas program Rehabilitasi Hutan Lindung (RHL) yang selama ini dibiayai pemerintah pusat dipertanyakan.

ACEH TENGGARA - Banjir yang kembali berulang di sejumlah wilayah Aceh, khususnya Kabupaten Aceh Tenggara, memunculkan tanda tanya besar atas efektivitas program Rehabilitasi Hutan Lindung (RHL) yang selama ini dibiayai pemerintah pusat. Alih-alih menekan bencana, proyek bernilai puluhan miliar rupiah itu dinilai tak memberi dampak nyata di lapangan.

Pada 2019, proyek RHL di Aceh Tenggara menelan anggaran APBN sekitar Rp16 miliar. Ironisnya, pada 2025 pemerintah kembali mengalokasikan dana Rp2,2 miliar untuk program Reboisasi Hutan Rakyat. Kondisi ini memicu kritik bahwa rehabilitasi hutan hanya menjadi “proyek Abu Nawas” besar di atas kertas, nihil hasil.

Sorotan tajam datang dari Muhammad Saleh Selian, Bupati Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Aceh Tenggara. Ia menilai proyek yang digagas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui BPDAS Wampu–Sei Ular itu gagal menjalankan fungsi utamanya sebagai pengendali erosi, longsor, dan banjir.

“Proyek ini sudah selesai sejak lima tahun lalu, namun tidak ada dampak terhadap pengendalian bencana. Berdasarkan investigasi kami, masalah sudah muncul sejak tahap awal penanaman pada 2019,” kata Saleh Selian kepada Poskotasumatra.com, Selasa (16/12/2025). 

Menurutnya, pelaksanaan RHL diduga tidak sesuai petunjuk teknis KLHK. Fakta bahwa Aceh Tenggara terus dilanda banjir, bahkan saat hujan berdurasi singkat, menjadi indikator kuat gagalnya fungsi hutan lindung sebagai daerah resapan.

Keluhan serupa disampaikan warga terdampak banjir. “Hujan sebentar saja sungai langsung meluap. Dulu tidak separah ini. Sekarang banjir hampir setiap tahun,” ujar seorang warga.

Data menunjukkan proyek RHL tersebar di sejumlah kecamatan dengan nilai kontrak bervariasi. Di Kecamatan Leuser, Blok VI dan VII, proyek senilai lebih dari Rp6,1 miliar dimenangkan CV D asal Pematang Siantar. Di Ketambe, CV SRU dari Medan Johor menggarap penanaman seluas 600 hektare. Sementara di wilayah KPH IV, total penanaman mencapai 1.600 hektare di Kecamatan Semadam, Lawe Sigala-gala, dan Babul Makmur, dengan kontrak miliaran rupiah yang dikerjakan sejumlah perusahaan.

“Jika proyek ini berjalan sesuai tujuan, banjir seharusnya berkurang. Faktanya, bencana justru makin sering,” tegas Saleh.

LIRA mendesak Polda Aceh turun langsung ke lokasi untuk memastikan realisasi anggaran negara tersebut. Selain itu, mereka meminta KLHK RI melakukan evaluasi menyeluruh dan membuka ruang penegakan hukum jika ditemukan penyimpangan.

Saleh Selian juga mengungkap dugaan kongkalikong, mulai dari perencanaan, penunjukan rekanan, hingga pelaksanaan proyek. Pola pengerjaan berulang oleh perusahaan tertentu, minim transparansi, dan lemahnya pengawasan disebut membuka peluang kolusi.

“Jangan sampai rehabilitasi hutan hanya menjadi proyek administrasi, sementara hutannya tidak pernah pulih,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak BPDAS Wampu, Sei Ular belum memberikan keterangan resmi terkait proyek RHL yang telah menghabiskan lebih dari Rp16 miliar uang negara tersebut.(*)

Artikel ini telah tayang di poskotasumatera.com
Share:
Rekening LIRA
MARS LIRA
AGENDA
Belum ada data, lihat history.
FEED INSTAGRAM
FACEBOOK PAGE
Sejarah LIRA