Telaah Kritis: Impunitas dan Kontroversi dalam Undang-Undang Kejaksaan
![](https://lira.or.id/storage/2025/02/telaah-kritis-impunitas-dan-kontroversi-dalam-undang-undang-kejaksaan-08022025-214149.jpg)
JAKARTA - Aktivis HAM yang juga pendiri Lokataru Institut, Haris Azhar menyampaikan pentingnya Indonesia memiliki paradigma hukum yang universal. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih wewenang diantara aparat penegak hukum.
Seperti diketahui Kejaksaan saat ini bisa dibilang Cerdik, pasalnya dengan pencitraan yang masif berimbas pada upaya Kejaksaan untuk menambah wewenang. Jika awalnya wewenang Kejaksaan di bidang penuntutan, sekarang sudah bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan.
"Kenapa ini terjadi, karena tidak ada konsep Hukum yang kuat dan menyeluruh bagi aparat penegak hukum, sehingga saat ini Kejaksaan sedang naik daun karena prestasi kemudian berupaya merubah undang undang untuk bisa mendapatkan wewenang yang lebih," ucap Haris saat menjadi Pembicara pada diskusi publik yang diselenggarakan Ipri Law Institute, Kamis (6/2/2024).
Haris mengatakan Paradigma hukum pidana hingga saat ini di Indonesia belum ada, walaupun ada itu hanya merupakan kajian akademis.
Hal ini juga merupakan tanggapan dari kontroversi seputar revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan.
Terutama pasal-pasal yang dianggap kontroversial dalam RUU Kejaksaan, khususnya Pasal 30A, 30B, dan 30C, yang dinilai berpotensi menciptakan impunitas dalam penegakan hukum di Indonesia.
Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Al Fitrah menilai RUU Kejaksaan yang baru memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Kejaksaan Agung, yang berisiko menimbulkan penyalahgunaan wewenang.
“Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini telah memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Kejaksaan Agung, sehingga dapat memicu impunitas dan penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.
Terakhir Andi Syafrani, praktisi hukum dan pendiri LIRA, mengungkapkan Indonesia perlu melakukan reformasi hukum yang lebih komprehensif dan transparan, sehingga dapat memastikan keadilan dan kesetaraan di Indonesia.
Menyikapi kontroversi seputar revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan, Independen Pembela Rakyat Indonesia (IPRI) Law Institute menggelar diskusi publik bertajuk “Telaah Kritis: Impunitas dan Kontroversi dalam Undang-Undang Kejaksaan”. Acara yang berlangsung pada Kamis (6/2/25) di Hotel Grand Orchardz, Kemayoran, Jakarta Pusat, ini dihadiri oleh sejumlah pakar hukum, akademisi, serta perwakilan berbagai institusi.
Diskusi ini berfokus pada pasal-pasal yang dianggap kontroversial dalam RUU Kejaksaan, khususnya Pasal 30A, 30B, dan 30C, yang dinilai berpotensi menciptakan impunitas dalam penegakan hukum di Indonesia.
Menurut Dr. Al Fitrah, S.H., M.H., seorang ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia Negeri Jakarta, RUU Kejaksaan yang baru memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Kejaksaan Agung, yang berisiko menimbulkan penyalahgunaan wewenang. “Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini telah memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada Kejaksaan Agung, sehingga dapat memicu impunitas dan penyalahgunaan wewenang,” ujar Al Fitrah.
Selain itu, para pakar hukum lainnya juga menyoroti kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum yang diatur dalam RUU tersebut. Mereka mengingatkan pentingnya melakukan reformasi hukum yang lebih komprehensif dan transparan guna mencegah potensi penyalahgunaan wewenang dan memastikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Andi Syafrani, S.H., MCCL., CLA, seorang praktisi hukum dan pendiri LIRA, mengungkapkan, “Kita perlu melakukan reformasi hukum yang lebih komprehensif dan transparan, sehingga dapat memastikan keadilan dan kesetaraan di Indonesia.”
Sebagai penutup, IPRI Law Institute berharap diskusi publik ini dapat menjadi langkah awal untuk mendorong proses reformasi hukum yang lebih mendalam dan terbuka di Indonesia. Selain itu, lembaga ini berkomitmen untuk terus melakukan advokasi dan penelitian hukum guna mewujudkan keadilan dan kesetaraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Kita berharap bahwa diskusi publik ini dapat menjadi awal dari proses reformasi hukum yang lebih komprehensif dan transparan di Indonesia,” kata Direktur Keuangan IPRI Law Institute, Muhamad Ali, S.H., M.H.
“Kami akan terus melakukan penelitian hukum untuk memastikan keadilan dan kesetaraan di Indonesia,” kata Ali.(*)
Artikel ini telah tayang di: rri.co.id