Perizinan Florawisata Santerra De Laponte Dipertanyakan, LIRA: Harus Disikapi Secara Komprehensif

MALANG - Florawisata Santerra de Laponte kini sedang jadi sorotan publik lantaran disebut belum berbadan hukum, tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga tidak pernah bayar pajak. Menanggapi hal itu, Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Malang mengajak semua pihak untuk menganalisis persoalan perizinan tersebut secara komprehensif dan bijaksana.
Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LIRA Kabupaten Malang Wiwid Tuhu Prasetyanto menuturkan, selain ketentuan legalitas atau hukum yang harus dipenuhi, disisi lain manfaat dari eksistensi Florawisata Santerra De Laponte juga harus benar-benar dipertimbangkan.
"Hukum itu selain harus memenuhi asas kepastian hukum atau legal certainty principle, juga harus memenuhi Asas manfaat atau utility principle sebagai dua prinsip penting dalam hukum yang saling terkait dan jangan sampai dilupakan," ujarnya kepada JatimTIMES, Kamis (12/6/2025).
Sebelumnya, disampaikan Wiwid, persoalan serupa dengan kelengkapan perizinan Florawisata Santerra de Laponte juga pernah terjadi. Salah satunya seperti perkara Toko Mama Khas Banjar yang juga sempat menyita perhatian publik nasional.
"Jangan sampai jadi seperti kejadian Toko Mama Khas Banjar yang dipidanakan oleh aparat kepolisian hanya karena produknya tanpa label lengkap dan tanggal kedaluwarsa di toko tersebut," ujarnya.
Padahal, diutarakan Wiwid, sebagaimana amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen, bisa jadi memang dalam perspektif hukum positif memproses secara hukum Toko Mama Khas Banjar sudah sesuai. Tapi aparat hukum secara teori bukanlah hanya sebagai corong Undang-Undang. Namun sebaliknya, juga harus memandang dari sisi kemanfaatannya.
"Hal itu sesuai dengan sebagaimana arah politik hukum nasional yang menekankan pemberdayaan serta perlindungan hukum bagi setiap usaha yang telah beritikad baik dalam menjalankan usahanya dan memberi kontribusi terhadap ekonomi lokal," imbuhnya.
Wiwid menyebut, pernyataannya tersebut juga selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Selanjutnya juga dijabarkan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
"Jadi dalam hal persoalan Florawisata Santerra de Laponte juga perlu dilihat bagaimana perannya bagi perekonomian lokal, apakah memiliki manfaat terhadap hajat hidup lingkungan sekitar, hingga apakah memiliki kontribusi terhadap daerah," bebernya.
Di sisi lain, persoalan kelengkapan perizinan Florawisata Santerra de Laponte juga harus ditinjau dari pihak yang bersangkutan. Yakni apakah ada itikad baik untuk menyelesaikan semua legalitasnya, termasuk kendala-kendala apa yang dihadapi seperti akses jalan yang sempit dan lain sebagainya.
"Tentu semua hal tersebut akan saling berkaitan. Jika suatu kondisi memang bernilai manfaat tinggi, tidak ada salahnya pemerintah mendukung dengan pembangunan pada sarana-sarana milik pemerintah yang berkaitan. Seperti misalnya jalan raya, irigasi dan lain sebagainya," imbuhnya.
"Hukum itu selain harus memenuhi asas kepastian hukum atau legal certainty principle, juga harus memenuhi Asas manfaat atau utility principle sebagai dua prinsip penting dalam hukum yang saling terkait dan jangan sampai dilupakan," ujarnya kepada JatimTIMES, Kamis (12/6/2025).
Sebelumnya, disampaikan Wiwid, persoalan serupa dengan kelengkapan perizinan Florawisata Santerra de Laponte juga pernah terjadi. Salah satunya seperti perkara Toko Mama Khas Banjar yang juga sempat menyita perhatian publik nasional.
"Jangan sampai jadi seperti kejadian Toko Mama Khas Banjar yang dipidanakan oleh aparat kepolisian hanya karena produknya tanpa label lengkap dan tanggal kedaluwarsa di toko tersebut," ujarnya.
Padahal, diutarakan Wiwid, sebagaimana amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen, bisa jadi memang dalam perspektif hukum positif memproses secara hukum Toko Mama Khas Banjar sudah sesuai. Tapi aparat hukum secara teori bukanlah hanya sebagai corong Undang-Undang. Namun sebaliknya, juga harus memandang dari sisi kemanfaatannya.
"Hal itu sesuai dengan sebagaimana arah politik hukum nasional yang menekankan pemberdayaan serta perlindungan hukum bagi setiap usaha yang telah beritikad baik dalam menjalankan usahanya dan memberi kontribusi terhadap ekonomi lokal," imbuhnya.
Wiwid menyebut, pernyataannya tersebut juga selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Selanjutnya juga dijabarkan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
"Jadi dalam hal persoalan Florawisata Santerra de Laponte juga perlu dilihat bagaimana perannya bagi perekonomian lokal, apakah memiliki manfaat terhadap hajat hidup lingkungan sekitar, hingga apakah memiliki kontribusi terhadap daerah," bebernya.
Di sisi lain, persoalan kelengkapan perizinan Florawisata Santerra de Laponte juga harus ditinjau dari pihak yang bersangkutan. Yakni apakah ada itikad baik untuk menyelesaikan semua legalitasnya, termasuk kendala-kendala apa yang dihadapi seperti akses jalan yang sempit dan lain sebagainya.
"Tentu semua hal tersebut akan saling berkaitan. Jika suatu kondisi memang bernilai manfaat tinggi, tidak ada salahnya pemerintah mendukung dengan pembangunan pada sarana-sarana milik pemerintah yang berkaitan. Seperti misalnya jalan raya, irigasi dan lain sebagainya," imbuhnya.(*)